

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Familia : Suidae
Genus : Sus
Spesies : Sus scrofa
Seekor Babi hutan
jantan dewasa biasanya bergerak dan mencari makan sendiri (soliter), sedangkan
yang betina hidup bersama dengan anak-anaknya dalam kelompok 4-50 ekor. Musim
kawin ditandai dengan bergabungnya babi hutan jantan dewasa dengan kelompok
betina.
Seekor babi hutan betina dapat beranak sampai
12 ekor dengan masa bunting 110 hari. Induk babi tersebut dapat beranak lagi
setelah 7-8 bulan setelah masa beranak sebelumnya (Sudharto dan Desmier de
Chenon, 1997). Mereka menggunakan suaranya untuk berkomunikasi, termasuk untuk
memperingatkan adanya bahaya (alarm call) yang
mengancam
Habitatnya meliputi kisaran geografis yang sangat
beragam, pada hampir semua ekosistim, mulai dari padang alang-alang, semak
belukar, hutan sekunder, hutan payau, hingga hutan pegunungan. Salah
satu komponen habitat yang diperlukan oleh babi hutan adalah air dan lumpur,
yang digunakan sebagai tempat berkubang. Aktivitas berkubang tertinggi terjadi
pada jam 11.00 – 13.00, dan frekuensi aktivitas mencari makan tertinggi terjadi
pada jam 05.00 – 07.00 dan 16.00 – 18.00. Daya jangkau terjauh dari serangan
babi hutan terhadap perkebunan kelapa sawit adalah 693 m dari tepi hutan dengan
rata-rata 522 m.
Jenis babi hutan yang umum dijumpai merusak
tanaman kelapa sawit adalah Sus scrofa vittatus. Jenis lain adalah Sus barbatus atau babi janggut, tetapi jarang dijumpai Kedua spesies tersebut
dilaporkan dijumpai di Sumatera dan Kalimantan. S. s. vittatus mempunyai garis putih di moncongnya, anak-anaknya berwarna coklat
bergaris-garis terang, sedangkan S. barbatus berwarna agak muda, kepalanya lebih panjang dan berambut panjang
tegak di sekeliling kepalanya. Di Jawa dan Sulawesi dijumpai Sus
verrucosus yang berukuran lebih besar dan mempunyai
taring panjang di kepalanya dan badannya tidak berbelang.
Babi hutan merupakan jenis hama mammalia
penting pada perkebunan kelapa sawit. Sebenarnya satwa ini bukanlah merupakan
penghuni tetap pada ekosistim perkebunan kelapa sawit. Kerusakan yang
ditimbulkannya pada kelapa sawit hanya merupakan efek sekunder dari
kehadirannya pada kebun sawit. Mereka adalah salah satu penghuni tetap hutan.
Babi hutan terutama menyerang tanaman kelapa
sawit yang masih muda atau yang baru ditanam, karena mereka menyukai umbutnya
yang lunak. Timbulnya serangan babi hutan pada tanaman kelapa sawit tidak
semata-mata karena populasinya yang tinggi di habitatnya dalam hutan yang
berdekatan, tetapi erat hubungannya dengan sifat satwa liar ini yang rakus.
Selain memakan umbut mereka juga memakan buah sawit yang sudah membrondol di tanah,
dan tandan buah di pohon yang masih terjangkau. Dilaporkan bahwa kematian
tanaman muda akibat serangan babi hutan di Aceh diperkirakan 15,8%. Selain itu,
serangannya juga menyebabkan kerusakan pada perakaran terutama terhadap
akar-akar makan (feeding roots) di sekitar piringan pohon, sehingga dapat
menghambat penyerapan air dan hara dari tanah dan mendorong timbulnya penyakit
akar.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar